Selasa, 29 Januari 2019

RIWAYAT API DI BUKIT MENOREH



Tulisan ini bukan mengulas tentang isi maupun maksud tujuan SH Mintardja membuat cerita panjang mengenai tokoh-tokoh fiksi yang dikisahkan hidup di awal berdirinya kerajaan Mataram Islam. Ini hanya tentang bagaimana awalnya saya mengenal, tertarik, mengoleksi dan merawat buku seri ADBM sejak beberapa puluh tahun yang lampau.

Berawal tertarik membacanya mulai seri II jilid 20an saat SD, diakhir tahun 1970an, karena penasaran buku cerita macam apa yang bapak saya (alm) beli setiap bulan di kios koran majalah depan bioskop Majestic, Kebayoran Baru. Dan dari situlah ketertarikan saya akan karakter tokoh Agung Sedayu bermula. Dan sejak saat itu pula ganti saya yang membelikannya, karena letak sekolah berada tak jauh di belakang pasar Mayestik. Saat itu harganya Rp 200,- lho. Oya bersamaan ADBM, juga ada seri Hiljaunya lembah, Nagasasra Sabuk Inten edisi 2 yang 160 halaman per jilidnya, yang pastinya ikut dibeli juga.

Sayangnya, saya hanya dapat cerita lisan saja dari bapak mengenai awal mula cerita seri I, karena buku yg tersimpan justru dimulai sejak seri II jilid belasan. Tapi ternyata jalan cerita 'mengejar' ADBM ini berubah.

Menginjak SMP yang jaraknya menjauh, setiap berangkat dan pulang saya musti transit pindah bis di blok M. Di bulan-bulan awal, saya selalu mampir ke Masyestik dulu untuk 'belanja bulanan' :}. Lumayan merepotkan memang, dan menambah lapar dahaga..... Suatu kali pulang sekolah saya sempatkan berkeliling pasar blok M, dan ketemulah lapak koran majalah yang menjual ADBM juga. Terletak agak tersembunyi dibawah tangga naik pasar lantai 2, persis sebelah Aldiron Plaza. Dan ternyata, kios itu juga menjual buku-buku lama, termasuk ADM seri I komplit, dibundel @5 jilid kondisi baik sekali. Pucuk dicinta ulam tiba hehehehe.

Tanpa bertele-tele, sesampainya dirumah langsung saya ceritakan ke bapak dengan berapi-api. Tapi entah mengapa, beliau tidak antusias mendengarnya. Dan benar saja, sampai beberapa bulan saya merayu tanpa hasil hiks. Mungkin karena harganya yg memang dihargai mahal untuk ukuran harga buku bekas saat itu. Saya pantang menyerah. Saya berupaya menjadi 'anak teladan' dirumah. Dan akhirnya bapakpun luluh dan berkenan membelikannya. Terima kasih ya pak.

Memang sih, sudah banyak buku cerita yang saya beli selama itu, mulai dari seri wayang lengkap karya RA Kosasih, Mahabharata sampai dengan Prabu Udayana, Bangbang Wisanggeni, Wayang Purwa, Ramayana dan lain-lain. Juga Komik-komik Godam, Gundala, serta karya-karya Enid Blyton, dan komik seri Album Cerita Ternama terbitan Gramedia. Di tahun-tahun berikutnya juga seri Tintin maupun Lucky Luke

Kembali ke ADBM, saya masih ingat betul, setiap beberapa bulan sekali terbitnya mundur beberapa hari, kadang sampai seminggu lebih. Kalau kata lapak penjualnya sih, selalu penulisnya sakit....entahlah.... Dan seingat saya, saat itu menyebalkan sekali hahahahaha

Sejak itu, tanpa terputus saya lanjutkan mengoleksi ADBM nya. Masa SMA, kuliah dan bekerja. Hingga terakhir jilid 396 di tahun 2001. Namun, sempat beberapa jilid raib tercecer entah kemana, sekitar 10 jilid. Selama periode 90an akhir, saya berburu untuk melngkapinya ke beberapa daerah. Untuk di blok M tempat langganan itu sudah tutup. Ngubek-ngubek di pasar Senen dapat beberapa jilid saja. Bahkan sampai ke pasar Johar Semarang. Meskipun nihil, tapi saya titipkan uang untuk dicarikan jilid-jilid tersebut plus ongkirnya. Sayang, tidak sampai sebulan kemudian, bagian pasar lapak buku tersebut terbakar... Ya sudah saya ikhlaskan saja. Dan bahkan saya pernah datangi kantor KR di Yogyakarta, malah mereka bingung kenap masih cari jilid yang lawas.....

Barulah di awal milenial kedua hampir bersamaan dengan jilid terakhir, saya berhasil melengkapi jilid 1 sampai 396 lengkap, terakhir dapat di toko buku loak dibawah tangga penyeberangan pasar Jatinegara. Langsung saya jilid hard cover semuanya. Termasuk seri I yang sudah kondisi terjilid, saya jilid ulang menjadi lebih rapi dan luks. Saat itu, informasi belum semudah didapat seperti sekarang. Mencari toko buku loak, atau toko rental buku hanya berdasar informasi dari mulut ke mulut. Wajarlah membutuhkan waktu lama dan upaya yang lebih. Tapi, disitulah kepuasan batin tak terkira berhasil mengoleksi lengkap ADBM series ini.

Saatnya masuk era internet, sampai tahun 2007 saya browsing ADBM sama sekali tidak ada. Padahal saat itu Nagasasra Sabukinten sudah tersedia. Khawatir akan usia kertas stensil yang dipakai sebagai bahan buku ADBM mudah sekali rusak/hancur, diambah lagi resiko hilang atau rusak terbakar maupun kebanjiran yang bisa memusnahkan selamanya, di bulan November 2007 mulailah saya coba digitalisasi dan posting di internet, di www.cersiljawa.blogspot.com dengan cara ketik ulang. Sedikit demi sedikit. 

Tak dinyana, setelah beberapa minggu, banyak yang komentar antusias mengikutinya. Namun apa daya, setelah beberapa puluh postingan, seri I jilid 10, terhenti kehabisan semangat. Saat itu, sudah ada teknologi OCR yang bisa membaca teks dan diubah menjadi digital. Yang juga disarankan teman-teman pembaca yang rajin mengikuti postingan. Tetapi kendalanya adalah semua buku sudah dalam keadaan terjilid, sangat sulit memroses scanningnya. Bisa saja sih dibongkar dulu dan nantinya dijilid ulang. Tapi tidak tega melakukannya, apalagi untuk seri I, dimana kertasnya sudah sedemikian rapuh.

Untunglah, teman-teman dengan semangat membara melanjutkan kerja besar mendigitalisasi dan menyebarkan virus ADBM melalui www.adbmcadangan.wordpress.com. Mulai dari pembagian rontal dan scanning, editing, posting, sampai penataan 'padepokan' sampai jadi seperti saat ini dan tuntas... Kagum dan hormat untuk seluruh cantrik mentrik yang sudah berjuang membangun padepokan tersebut. 

Dan saat ini, sudah banyak web yang menyediakan seri ADBM ini, meskipun bisa dikata hampir seluruhnya mengambil dari padepokan ini. Dengan demikian, semoga maha karya ini bisa bertahan selamanya. Apalagi ternyata, cerita bersambung harian Kedaulatan Rakyat kembali menulis ulang ADBM ini. Apakah mereka masih simpan master copy nomor-nomor awal seri ini? Atau justru bersumber dari padepokan ini? Hehehehehe

Memang, seri ADBM ini tidak tuntas ceritanya karena bapak SH Mintardja sudah mendahului kita sebelum menamatkannya. Tapi ada beberapa penulis yang mencoba meneruskan cerita adi karya ini sampai sekarang. Bahkan ada yang sampai melanjutkannya dengan judul baru.

5 komentar:

uci mengatakan...

Josssss ki rizal.....

djojo mengatakan...

Joss gandos ki rizalll

Pandan Alas mengatakan...

Kètès kètès ki Rizal

buthocaqiel mengatakan...

Josss...

Uki mengatakan...

Kalo boleh jujur saya iri dgn bang Rizal,hebat